Penelitian UMKM


PENGARUH PENGALAMAN USAHA, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN SKALA USAHA TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN KREDIT PERBANKAN PADA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI WILAYAH PESISIR BANTEN

 

 

Budi Rustandi Kartawinata1), Syahputra2)

1) 2) Program Studi Administrasi Bisnis, Fakultas Komunikasi dan Bisnis,  Universitas Telkom

Jl. Telekomunikasi No 1 Bandung

email:[email protected]

email:[email protected]

 

Abstrak  – Produksi ikan di Banten pada tahun 2009 tercatat 89,05 ribu ton dimana sekitar 62,74 persennya atau 55,87 ribu ton berasal dari hasil penangkapan terutama hasil tangkapan ikan laut yang mencapai 55,14 ton. Sisanya yaitu sekitar 37,26 persen atau 33,18 ribu ton berasal dari budidaya perikanan, dimana budidaya tambak ikan menjadi penyunbang terbesar dengan perolehan sebanyak 14,94 ribu ton. Untuk dapat mengolah sumber daya alam perikanan yang melimpah tersebut, maka sangat dibutuhkan keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dimana dengan adanya UMKM maka pengelolaan sumber daya yang ada dapat langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar pesisir Banten dan akan menimbulkan multiplier efek yang sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masayarakat. Data saat ini di Propinsi Banten khususnya di daerah pesisir Banten, sampai dengan akhir tahun 2007 terdapat 99.576  unit usaha dengan penyaluran kredit perbankan kepada UMKM Propinsi Banten menduduki  peringkat ke-6 secara nasional dengan pangsa sebesar 4,2%. Akan tetapi yang menjadi permasalah adalah jumlah kredit macet dari para pengusaha UMKM di Propinsi Banten  sebesar 2,57%, lebih tinggi daripada jumlah kredit macet nasional sebesar 1,62%. Pengaruh pengalaman usaha, tingkat pendidikan dan skala usaha terhadap intensitas penggunaan kredit perbankan dicari dengan menggunakan metode regresi berganda untuk mendapatkan besar pengaruh antara variabel secara parsial dan simultan. Dari hasil penelitian didaptkan hasil bahwa secara simultan intensitas kredit penggunaan kredit perbankan pada UMKM dipengaruh secara bersama oleh variabel pengalaman usaha, tingkat pendidikan dan skala usaha. Sedangkan untuk pengaruh secara parsial, masing-masing variabel bebas mempengaruhi tingkat intensitas penggunaan kredit perbankan pada usaha mikro, keccil dan menengah di wilayah Pesisir Banten.

 

Kata Kunci:   kredit, skala usaha, pengalaman usaha, tingkat pendidikan

 



I.PENDAHULUAN

 

Propinsi Banten memiliki potensi kelautan dan perikanan dengan potensi besar. Hal ini terlihat dari potensi perikanan pantai maupun samudera yang dimilikinya. Propinsi Banten memiliki garis pantai sepanjang 517,42 km dengan luas wilayah perairan laut yang berhak dikelola sekitar kurang lebih 11.500 dengan 61 buah pulau-pulau kecil didalamnya. Apabila dibandingkan dengan luar laut yang dimiliki Propinsi Banten lebih luas dari datannya. Seperti yang diketahui luas daratan Banten hanya sekitar 8.000,83 (sumber: Bappeda Propinsi Banten), dengan demikian sudah sepantasnya potensi kelauatan dan perikanan di Propinsi Banten memberikan sumbangan yang besar bagi kemajuan kesejahteraan masyarakat Banten.

Secara geografis Propinsi Banten memiliki tiga wilayah perairan dengan tiga karakter yang berbeda, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.karakteristik sumberdaya ikan di perairan utara Banten adalah umumnya kelompok ikan pelagis kecil dan perairan selatan memiliki karakteristik sumber daya ikan pelagis besar, sedangkan di selat sunda merupakan kombinasi antara keduanya, yaitu memiliki karakeristik sumber daya ikan pelagis besar dan pelagis kecil.

Besarnya potensi kelautan seperti yang sudah dikemukakan di atas merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerintah daerah untuk mengelolanya semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat. Produksi ikan di Banten pada tahun 2009 tercatat 89,05 ribu ton dimana sekitar 62,74 persennya atau 55,87 ribu ton berasal dari hasil penangkapan terutama hasil tangkapan ikan laut yang mencapai 55,14 ton. Sisanya yaitu sekitar 37,26 persen atau 33,18 ribu ton berasal dari budidaya perikanan, dimana budidaya tambak ikan menjadi penyunbang terbesar dengan perolehan sebanyak 14,94 ribu ton.

Untuk dapat mengolah sumber daya alam perikanan yang melimpah tersebut, maka sangat dibutuhkan keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dimana dengan adanya UKM maka pengelolaan sumber daya yang ada dapat langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar pesisir Banten dan akan menimbulkan multiplier efek yang sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masayarakat. Data saat ini di Propinsi Banten khususnya di daerah pesisir Banten, sampai dengan akhir tahun 2007 terdapat 99.576  unit usaha dengan penyaluran kredit perbankan kepada UMKM Propinsi Banten menduduki  peringkat ke-6 secara nasional dengan pangsa sebesar 4,2%. Akan tetapi yang menjadi permasalah adalah jumlah kredit macet dari para pengusaha UMKM di Propinsi Banten  sebesar 2,57%, lebih tinggi daripada jumlah kredit macet nasional sebesar 1,62%.

Apabila dilihat dari data di atas, maka tingkat penyerapan kredit perbankan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah di wilayah pesisir Propinsi Banten sebenarnya sudah cukup baik, dalam arti bahwa UMKM mendapatkan tambahan pembiayaan dari perbankan. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah tambahan modal yang didapat itu justru membuat UMKM tidak kehilangan kemampuan untuk membayar modal pinjaman sehingga menciptakan rasio Non Performing Loan (NPL) yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari NPL rata-rata di Indonesia.

Analisis regresi berganda yaitu suatu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel pada variabel yang lain. Terdapat satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen (Santoso dan Tjiptono, 2005)

Formula untuk regresi berganda adalah sebagai berikut:

Y = β1X1+β2X2+β3X3 +ε

Dimana:

Y             = Intensitas penggunaan kredit

X1           = Pengalaman Usaha

X2           = Tingkat pendidikan

X3           = Skala Usaha

β1           = Koefisien Regresi X1

β2           = Koefisien Regresi X2

β3           = Koefisien Regresi X3

ε              = Variabel Penganggu

Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan melalui uji t. Menurut Priyatno (2012:139), uji t digunakan untuk mengetahui apakah secara parsial variabel independen berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen.

Pengujian hipotesis parsial dalam penelitian ini antara lain :

  1. Pengaruh Pengalaman Usaha Terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

H0 : BYX1 = 0, tidak terdapat pengaruh Pengalaman Usaha terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

H1 : BYX1¹ 0, terdapat pengaruh Pengalaman Usaha terhadap Intensitas Pengunaan Kredit

  1. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

H0 : BYX2 = 0, tidak terdapat pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

H1 :  BYX2  ≠  0, terdapat pengaruh Tingkat Pendidikan  terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

  1. Pengaruh Skala Usaha terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

H0 : BYX2 = 0, tidak terdapat pengaruh Skala Usaha terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

H1 :  BYX2  ≠  0, terdapat pengaruh Skala Usaha  terhadap Intensitas Penggunaan Kredit

Pada penelitian ini, kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis parsial adalah berdasarkan uji signifikansi, yaitu :

  • Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil dari nilai probabilitas Sig atau [0,05 <sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
  • Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≥ sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.

 

II.LANDASAN TEORI

2.1. Usaha Mikro Kecil Menengah

UKM adalah kumpulan perusahaan, yang heterogen dalam ukuran dan sifat, dimana apabila dipergunakan secara bersama, akan mempunyai partisipasi langsung dan tidak langsung yang signifikan dalam produksi nasional, penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja (Kuwayama, 2001). Oleh karena itu, UKM merupakan driving forces dari pertumbuhan ekonomi. Kuwayama (2001) dan Ayyagari et al. (2003) mengatakan bahwa perusahaan diklasifikasikan kedalam UKM dilihat dari (1) jumlah karyawan, (2) total asset, (3) tingkat investasi dan penjualan serta (4) kapasitas produksi. Secara umum yang sering dipergunakan sebagai indikator UKM adalah jumlah karyawan yang dimiliki oleh perusahaan, yaitu kurang dari 500 orang (Kuwayama, 2001). Sementara itu, pemerintah mengatakan bahwa usaha kecil merupakan perusahaan yang memiliki karyawan sebanyak 10 – 50 orang dan omset sekitar 3 milyar rupiah sedangkan usaha menengah adalah usaha dengan jumlah karyawan 51- 250 orang dengan omset penjualan sekitar 15 milyar rupiah (Asian Development Bank, 2001). Definisi UKM yang didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (NO.589/MPP/KEP/10/1999) sebagai berikut:

  1. Industri Kecil adalah suatu kegiatan usaha yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp.200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
  2. Industri Menengah adalah usaha industri dengan nilai investasi perusahaan
    sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
    usaha

Selain ketentuan di atas mengenai batasan usaha kecil dan menengah, ada beberapa kriteria yang secara umum mengenai usaha kecil dan menengah yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu (1) milik warga negara Indonesia, (2) berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar dan (3) berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.

Asian Development Bank (2001) mengatakan bahwa peran UKM penting bagi restrukturisasi industri, karena

  1. UKM memberikan kontribusi bagi pertumbuhan lapangan kerja dalam kecepatan
    yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan besar, dan dalam jangka
    panjang UKM dapat menyediakan porsi yang signifikan bagi lapangan kerja
    secara keseluruhan.
  2. UKM dapat menolong dalam restrukturisasi dan perampingan (streamlining) dari
    perusahaan yang besar milik pemerintah dengan cara memungkinkan mereka
    untuk melepaskan dan atau menjual aktivitas produk yang bukan inti dan dengan
    menyerap tenaga kerja kerja yang berlebihan.
  3. UKM menyediakan perekonomian dengan fleksibilitas yang lebih baik dalam
    penyediaan jasa dan pembuatan dari variasi barang kebutuhan konsumen.
  4. UKM meningkatkan   daya   saing   dari   marketplace   dan   mencegah   posisi
    monopolistik dari berbagai perusahaan besar.
  5. UKM dapat bertindak sebagai tempat pengembangan kemampuan wirausaha dan UKM memainkan peran penting penyediaan jasa bagi komunitas masyarakat dan UKM memberikan kontribusi penting bagi program pengembangan regional.

Demikian pula dengan di Indonesia, dimana menurut Tambunan (2002), UKM di Indonesia memberikan kontribusi bagi kesempatan kerja untuk masyarakat, dan meningkatkan PDB, dimana Tambunan menyatakan bahwa dengan jumlah penduduk yang besar dan perusahaan besar yang sedikit, maka kesempatan kerja yang ada juga sedikit dimana perusahaan-perusahaan besar tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang ada, dan angkatan kerja ini terserap oleh UKM. Data statistik yang ada menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil menunjukkan bahwa pada tahun 2000, lebih dari 66 juta orang bekerja di Usaha Kecil, atau sekitar 99,44 % dari jumlah kesempatan kerja yang ada di Indonesia. Untuk PDB, UKM menyumbang sekitar 40 % dari total pembentukan PDB di Indonesia (Tambunan, 2002).

Demikian pentingnya peranan UKM, sehingga perlu dicarikan cara agar UKM dapat bertahan hidup dan berkembang dalam persaingan di dunia usaha. Upaya UKM untuk bertahan hidup dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya, mencari kesempatan untuk mengembangkan teknologi yang ada, dengan menyesuaikan dengan modal yang ada, kemudian juga dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerjanya di segala bidang.

2.2.Intensitas Penggunaan Kredit Bank

Hopkins (1990) berpendapat bahwa keputusan konsumen menggunakan sebuah produk ditentukan oleh persepsinya terhadap produk itu. Pengambilan keputusan pembelian atas produk/jasa perbankan melalui serangkaian proses yang terdiri dari lima tahap (Sutojo dan Kleinsteuber, 2002), yaitu :

  1. Pengenal an kebutuhan.

Proses pengambilan keputusan seseorang membeli produk, dimulai sejak seseorang merasakan suatu kebutuhan tertentu yang belum terpenuhi. Kebutuhan tersebut merupakan rangsangan atau dorongan untuk melakukan proses pembelian apabila adanya pengaruh dari dalam maupun dari luar diri orang tersebut. Timbulnya kebutuhan produk dapat juga terjadi karena nasabah menghadapi problem tertentu.

  1. Pencarian informasi tentang produk yang dibutuhkan.

Intensitas upaya konsumen mencari informasi tentang produk yang dibutuhkan ditentukan berbagai macam sebab, antara lain mendesaknya kebutuhan dan nilai produk yang dibutuhkan. Apabila kebutuhan barang atau jasa sangat mendesak, mereka tidak begitu cermat mencari informasi tentang produk yang dibutuhkan tersebut. Dilain pihak apabila konsumen merasa produk yang dibutuhkannya tidak begitu mendesak, apalagi nilai finansialnya tinggi, terlebih dulu mereka mengumpulkan berbagai informasi tentang produk tersebut. Sumber informasi tentang produk yang akan dibeli terdiri dari informasi intern, kelompok, komersial (pemasaran), publik dan dari pengalaman.

  1. Penilaian informasi.

Setelah konsumen mengumpulkan informasi tersebut, konsumen menilai keunggulan atribut produk/jasa perbankan tersebut, misalnya jaminan keamanan dan kemudahan dalam pengambilan. Berdasarkan penilaian tersebut konsumen mempersempit ruang pilihannya pada produk dengan merek-merek tertentu serta disesuaikan dengan keinginan dan atribut produk/jasa itu. Produk/jasa yang paling banyak menjanjikan atribut yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen itulah yang akan dipilih.

  1. Keputusan membeli.

Bila tidak ada faktor yang menghambat pembelian produk maka keputusan membeli akan diambil. Faktor yang menghambat tersebut, misalkan biaya registrasi dan biaya-biaya lain meningkat secara substansial.

  1. Evaluasi setelah pembelian.

Pengalaman konsumen menggunakan produk mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan pembelian ulang produk yang sama pada saat konsumen membutuhkannya lagi. Kesediaan konsumen membeli lagi (re-buying) produk merupakan salah satu sarana yang diperlukan perusahaan untuk mempertahankan kegiatan bisnisnya.

Setiawan (2001) mengatakan bahwa keputusan merupakan pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Sedangkan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen merupakan proses pemilihan keputusan    untuk mengkonsumsi   produk

 

2.3 Pengalaman Usaha, Tingkat Pendidikan, dan Skala Usaha UMKM

Para praktisi di bidang bisnis sering menggunakan pengalaman sebagai referensi dalam pengambilan keputusan strategik dibanding menggunakan teori manajemen (Mas’ud, 2002). Penggunaan pengalaman sebagai referensi, menurut Fellers (1996 dalam Ma’ud, 2002) adalah kurang tepat karena pengalaman usaha tidak dapat dijadikan tolak ukur dalam mempertahankan eksistensi perusahaan. Hal tersebut didasari atas bukti empiris bahwa banyak perusahan yang telah berumur puluhan tahun serta memiliki pengalaman yang luas kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan baru. Senada dengan Fellers (1996), Mas’ud (2002) mengatakan bahwa pengalaman mungkin diperlukan dalam mengambil keputusan strategik namun pengalaman semata tidak cukup dikarenakan pengalaman dibangun dari tindakan masa lalu. Mas’ud (2002) menambahkan bahwa tidak relevannya pengalaman masa lalu sebagai referensi dalam pengambilan keputusan karena jaman selalu berubah dan biasanya lebih mengandalkan pelaksanaan the golden rule.

Sementara itu, Diamantopoulus & Cadogan (1996) mempunyai pendapat yang berbeda dengan kedua pendapat di atas. Diamantopoulus & Cadogan (1996) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki pengalaman yang luas akan lebih baik mengidentifikasi secara akurat dan relevan informasi serta menghindari informasi yang berlebihan dengan penyaringan, pengambilan kesimpulan dan penyaringan informasi selama proses penyebaran. Perkins & Rao (1990) pengalaman membantu perusahaan lebih baik memahami konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka dan pada akhirnya akan memperbaiki efisiensi dan efektifitas tingkat responsifitas perusahaan.

Keterlibatan perusahaan modal ventura ke dalam perusahaan pasangan usaha tidaklah bersifat pasif. Hal tersebut dikarenakan perusahaan modal ventura menempatkan salah satu wakilnya sebagai dewan komisaris pada perusahaan pasangan usaha, disamping penyertaan modal. Keterlibatan secara aktif tersebut bertujuan untuk mengawasi dan membantu manajemen dikarenakan keterbatasan kemampuan manajerial perusahaan pasangan usaha (Fakrullah, 1997).

Umumnya, UKM dipimpin langsung oleh pemilik sehingga kemampuan manajerial pemilik tercermin dari tingkat pendidikannya. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan pimpinan UKM maka kemampuan manajerialnya akan semakin baik. Dengan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka pimpinan UKM memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, misalnya sumber pendanaan alternatif yang lebih menguntungkan. Fakrullah (1997) menambahkan bahwa masukan-masukan yang diberikan oleh perusahaan modal ventura kepada perusahaan pasangan usaha sangat sulit diimplementasikan karena kurangnya pendidikan pimpinan.

Perusahaan didirikan dengan berbagai macam tujuan, salah satunya adalah memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh merupakan alat bagi perusahaan untuk melakukan aktivitas usaha selanjutnya. Perusahaan yang tidak memiliki kemampuan dalam membukukan pendapatan maka akan mengalami financial distress dan akhirnya mengalami kebangkrutan.

Sawir (2001) mengatakan bahwa pendapatan merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Sawir (2001) menambahkan bahwa pendapatan ini akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan dan efektivitas pengelolaan perusahaan.

Kerjasama yang terjalin antara PMV dengan UKM, sebagai perusahaan pasangan usaha, didasari atas proposal kerjasama yang ditawarkan oleh UKM. Rodyat (1997) mengatakan bahwa PMV bukan pembagi modal berdasar belas kasihan tetapi harus didasarkan pada kemitraan usaha bisnis yang bertitik tolak pada calculated risk dan high return investment. Keberhasilan UKM dalam membukukan pendapatan, yang dilihat dari periode sebelumnya, merupakan indikasi bahwa usaha UKM tersebut calculated risk dan high return investment.

 

III.PEMBAHASAN

 

Menurut Sugiyono (2011:168) bahwa instrumen penelitian yang valid dan reliabelmerupakan syarat utama dalam memperoleh hasil penelitian yang valid dan reliabel.Metode pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment.  Pengujian validitas dilakukan dengan menghitungkoefisien korelasi setiap item kuesioner secara keseluruhan (r-count) dan membandingkannya dengan koefisien korelasi yang diperoleh dari tabel (r-table). Jika r-count > r-table, maka pernyataan dalam kuesioner adalah valid. Jika r-count < r-table or r-count = r-table, maka pernyataan dalam kuesioner adalahtidak valid.

Koefisien Cronbach Alpha merupakan alat statistik yang umum digunakan untuk penguji reliabilitas dari instrumen penelitian. Sekaran (2006:177) menyatakan bahwa koefisien Cronbach Alpha menunjukkan bahgaimana setiap item pernyataan dalam kuesionermemiliki korelasi yang positif satu dengan lainnya. Koefisine reliabilitas yang mendekati 1.0 menunjukkan hasil yang semakin baik. Secara umum, koefisien reliabilitas yang kurang dari  0.60 menunjukkan hasil yang buruk, sedangkan koefisien reliabilitas dalam rentang 0.70 menunjukkan dapat diterima, dan koefisien reliabilitas lebih dari 0.80 adalah baik (Sekaran, 2006:182). Dalam melakukan pengujian validitas dan reliabilitas dari setiap item kuesionerdalam penelitian ini menggunakan SPSS version 18 for windows.

 

Makalahharus mengandunghasil-hasilsimulasiatau pengukuransebagaivalidasimetode.Dapat berupa tabel hasil, narasi yang didapat dari perhitungan suatu rumus maupun prosentase dari grafik perhitungan data.

Jika dilihat dari hasil jawaban responden atas pernyataan yang diberikan, maka dapat diambil sebuah pernyataan dimana para responden mengakui jika pengalaman usaha salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas penggunaan dana kredit bagi pemilik UMKM di wilayah Pesisir Banten, hal ini ditunjukkan pula dengan garis kontinum yang terletak pada angka 80,20% yang menunjukkan tingkat perseutujuan yang tinggi. Dilihat dari hasil jawaban responden mengenai seberapa tinggi tingkat pendidikan penting bagi para pemilik UMKM, maka rata-rata responden sebesar 81,60% menjawab setuju bahwa keberhasilan sebuah usaha mikro, kecil dan menengah dapat dicapai apabila para pemilik usaha memiliki tingkat pendidikan yang cukup.

Dapat dilihat dari jawaban para responden, bahwa skala usaha dapat meningkat akses permodalan ke bank, hal ini dapat dipahami karena bank dalam memberikan kreditbya selalu mengedepankan aspek pruden atau kehatian-hatian, dengan prinsip kehati-hatian ini tentu saja usaha yang skalanya besar akan lebih mudah mendapatkan akses permodalan dari bank karena tingginya tingkat jaminan yang mereka miliki.

  1. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Derjat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari derajat kepercayaan, maka kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen. Pengaruh Pengalaman Usaha Terhadap Tingkat Intensitas Penggunaan Kredit Bank

Pengalaman usaha usaha memiliki nilai signifikansi (sig) 0,000 pada tabel di atas dengan nilai α (derajat signifikansi) 0.05 artinya 0.000<0.05 atau terdapat pengaruh yang signifikan pengalaman usaha terhadap tingkat intensitas penggunaan kredit bank

  1. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Intensitas Penggunaan Kredit Bank

Pengalaman usaha usaha memiliki nilai signifikansi (sig) 0,03 pada tabel di atas dengan nilai α (derajat signifikansi) 0.05 artinya 0.03<0.05 atau terdapat pengaruh yang signifikan skala usaha terhadap tingkat intensitas penggunaan kredit bank

  1. Pengaruh Skala Usaha Terhadap Tingkat Intensitas Penggunaan Kredit Bank

Pengaruh Skala Usaha memiliki nilai signifikansi (sig) 0,000 pada tabel di atas dengan nilai α (derajat signifikansi) 0.05 artinya 0.000<0.05 atau terdapat pengaruh yang signifikan pengalaman usaha terhadap tingkat intensitas penggunaan kredit bank.

 

 

IV.KESIMPULAN

 

Dari seluruh penjelasan pada bab sebelumnya, maka darim penelitian ini didapatkan beberapa kesimpulan diantaranya :

  1. Pengalaman usaha, tingkat pendidikan, skala usaha, karakteristik dan pola pembiayaan, kepercayaan dan komitmen berpengaruh secara simultan terhadap tingkat intensitas penggunaan dana.
  2. Pengalaman usaha, tingkat pendidikan, skala usaha, karakteristik dan pola pembiayaan, kepercayaan dan komitmen berpengaruh secara parsial terhadap tingkat intensitas penggunaan dana.

 

REFERENSI

Altman  &   D.A.   Taylor  (1973)   Social   Penetration   :   The   Development   of Interpersonal Relationship, New: Holt Rinehart and Winston.

Anderson & A.Narus (1990) A Model Distributor Firm and Manufacturer Firm Working Partnership, Journal of Marketing, No. 54 (January) , pp. 42-58.

Banana Artha Ventura.  (1995) Buku Panduan Pelaksanaan Pembiayaan Modal Ventura, Jakarta .

Bergman, B.R (1986) The Economic Emergence of Women, New York:Basic Books.

Busch,   Paul,   S. &   Michael J. Houston (1995) Marketing Strategy, Foundation Homewood Yelions :Richard D Irwin. Inc.

Fakrullah, Zudan Arif (1997) Peranan Modal Ventura dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, Gema Stikubank, April, pp.71-78

Ferdinand, Augusty (1999) Strategic Pathways Toward Sustainable Competitive

Advantage, Unpublished DBA Thesis, Southern Cross, Lismore, Australia.

Frayer, Carolyn R (1991) What Different about Services Marketing, Journal of Services Marketing Vol 5, Iss : 4 Fall 1991 pp. 53-58.

Grey. L. Brendan., Matear, Sheelagh., Matheson, K. Philip. 2002. Improving service firm performance. Journal of Services Marketing, Vol. 16 Iss 3 pp. 186 – 200

Kottler, Philip. and Amstrong, Gary. 2012.Principles of Marketing, 14th Edition. New York: Pearson Educated, Limited.

Kottler, Philip. and Keller, L. Kevin. 2012. Marketing Management, 14th Edition. New York: Pearson Educated Limited.

Levy, Michael. and Grewal, Dhruv. 2008. Marketing, 1st Edition. New York: McGraw Hill/ Irwin.

Lovelock, Christopher. and Wirtz, Jochen. 2011. Services Marketing: People, Technology, Strategy, 7th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

 

Biodata Penulis

Budi Rustandi Kartawinata SE., MM, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia, lulus tahun 2005. Memperoleh gelar Magister Manajemen (MM) Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 2007. Saat ini menjadi Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis di Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom Bandung.

 

Syahputra, S.Sos.,M.Sc, memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos), Jurusan Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 2004. Memperoleh gelar Master of Science (MSc) in Management Program Pasca Sarjana Universiti Utara Malaysia, lulus tahun 2012. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom.

 

 


Leave a Reply