PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA DALAM MENINGKATKAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT  


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah pulau mencapai 17.508 buah serta garis pantai sepanjang kurang lebih 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang yang dimiliki oleh suatu negara di duania setelah Kanada. Secara geografis,  Indonesia sebagai negara kepulauan terletak di sekitar garis khatulistiwa antara  94o45’ BT-141o01’BT dan dari 06o08’LU – 11o05’LS.

Kondisi Indonesia yang memiliki ribuan pulau dan garis pantai terpanjang di dunia secara langsung memberikan identitas kepada Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang sangat luas. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keragaman sumber daya alamnya, baik sumberdaya yang dapat pulih (seperti perikanan, terumbu karang, dan hutan mangrove) maupun sumber daya yang tidak dapat pulih (seperti minyak dan gas bumi serta mineral atau bahan tambang lainnya). Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun (sea grass) yang sangat luas dan beragam.

Sumber daya alam khususnya wilayah pesisir dan lautan memiliki arti strategis yang besar, karena :

  1. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dan jumlah penduduk serta semakin menipisnya sumber daya alam di daratan, maka sumber daya kelautan akan menjadi tumpuan bagi kesinambungan pembangunan ekonomi nasional di masa yang akan datang.
  2. Pergeseran konsentrasi kegiatan ekonomi global dan poros Eropa-Atlantik menjadi poros Asia-Pasifik yang diikuti dengan perdagangan bebas dunia tahun 2020, tentu akan menjadikan kekayaan alam pesisir dan laut Indonesia terutama di kawasan timur Indonesia (KTI) sebagai assets nasional dengan keunggulan komparatif yang ahrus dimanfaatkan secara optimal.
  3. Dalam menuju era industrialisasi, wilayah pesisir dan lautan menjadi prioritas utama sebagai pusat pengembangan kegiatan industri, pariwisata, agrobisnis, agroindustri, pemukiman, transportasi dan pelabuhan. Kondisi ini menyebabkan banyak kota-kota yang terletak di wilayah pesisir terus dikembangkan dalam menyambut tatanan ekonomi baru dan kemajuan industrialisasi. Tidak mengherankan jika sekitar 65% penduduk Indonesia bermukim di sekitar wilayah pesisir.

 

  • Isu Strategis

Dalam karya ilmiah ini, penulis menetapkan beberapa isu strategis yang menjadi bahan utama dalam pembahasan karya ilmiah. Isu-isu strategis tersebut diantaranya adalah :

  1. Potensi dan Sumber Daya Pariwisata yang dimiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia
  2. Fenomena penjualan pulau-pulau kepada pihak asing ataupun kepada individu-individu oleh oknum-oknum warga negara Indonesia yang pada akhirnya pulau-pulau tersebut dijadikan tempat wisata tanpa memberikan keuntungan apapun bagi pemerintah dan masyarakat sekitar.
  3. Kemiskinan dan kebodohan yang menjadi permasalahan utama masyarakat kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
  4. Pembangunan terintegrasi dan berkelanjutan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia yang dimulai dari pembangunan sektor pariwisata.

 

  • Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dan tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah berusaha untuk menjelaskan mengenai bagaimana pembangunan pariwisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia  dapat menjadi langkah awal untuk melaksanakan pembangunan yang terintegrasi dan berkelanjutan sehingga masalah-masalah yang dialami oleh masyarakat di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia yaitu masalah mengenai kemiskinan dan kebodohan dapat ditanggulangi bahkan dihapuskan.

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA

 

  • Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir (coastal zone) adalah daerah peralihan/transisi antara ekosistem daratan dan lautan, dimana kearah darat mencakup daerah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, intrusi air laut, gelombang dan angin laut, sedangkan ke arah laut mencakup daerah perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses daratan dan dampak kegiatan manusia, seperti aliran air sungai, run off, sedimentasi, dan pencemaran. Wilayah pesisir memiliki dua batas, yaitu batas ke arah darat dan batas ke arah laut, yang merupakan kawasan peralihan (interface area) antara ekosistem laut dan daratan.

Batas ke arah darat, dari segi ekologis, yaitu kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, intrusi air laut dan lain-lain. Dari segi administratif batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara arbitrer (2 km, 20 km, dan seterusnya dari garis pantai). Dari segi perencanaan, bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir. Pencemaran dan Sedimentasi yaitu suatu kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan di sini memberikan dampak di kawasan pesisir.

Batas ke arah laut, dari segi ekologis, yaitu kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat (aliran air sungai, run off, aliran tanah dan lain-lain), atau dampak kegiatan manusia di darat (bahan pencemar, sedimen dan lainnya), atau kawasan laut yang merupakan paparan benua (continent shelf). Dari segi administratif, 4 mil, 12 mil dan seterusnya dari garis pantai ke arah laut. Dari segi perencanaan, bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir, dalam hal pencemaran dan sedimentasi suatu kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh dampak pencemaran dan sedimentasi dari darat. Hutan mangrove pada kawasan pesisir yang memiliki batas ke arah laut merupakan kawasan perairan laut yang masih mendapat pengaruh dari proses dan atribut ekologis mangrove, seperti bahan organik (detritus) yang berasal dari mangrove

 

 

  • Karakteristik Wilayah Pesisir

Disamping definisi mengenai wilayah pesisir yang dapat dianggap sebagai karakteristik umum bagi wilayah pesisir, wilayah pesisir juga memiliki beberapa karakteristik khusus yang menjadi identitas daerah wilayah pesisir, karakteristik khusus dari wilayah pesisir tersebut diantaranya adalah :

  1. Terdiri dari berbagai macam habitat atau ekosistem (seperti pantai, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan estuaria) yang menghasilkan berbagai amcam sumber daya (ikan, migas, mineral dan lainnya) dan jasa-jasa lingkungan (seperti proteksi alamiah terhadap badai dan gelombang, rekreasi, dan penyerapan limbah) bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir.
  2. Kompetisi pemanfaatan sumber daya lahan dan laut oleh berbagai stakeholders yang seringkali mengakibatkan konflik atau pertikaian diantara mereka serta perusakan integritas fungsional dari ekosistem.
  3. Biasanya berkepadatan penduduk yang tinggi dan lokasi yang disukai untuk perkembangan kawasan perkotaan
  4. Sumber utama ekonomi nasional, dimana wilayah pesisir merupakan penyumbang devisa bagi negara secara signifikan lewat seluruh sumber daya yang ada.

Dalam wilayah pesisir, terdapat juga zona atau daerah utama diantaranya adalah :

  1. Zona Daratan (Inland Areas) yang mempengaruhi lautan melalui sedimen dan bahan pencemar yang terbawa oleh aliran sungai, aliran air permukaan (run off), maupun aliran air tanah (ground water).
  2. Zona Lahan Pesisir (Coastal Land) meliputi lahan basah (wetsland), rawa-rawa (marshes), pantai (beaches), gundukan pasir (sand dunes), dimana kegiatan manusia berlangsung dan mempengaruhi secara langsung perairan pesisir didepannya.
  3. Perairan Pesisir (Coastal Waters) meliputi estuaria, laguna, padang lamun, terumbu karang, dan laut dangkal, dimana pengaruh kegiatan-kegiatan di darat dominan.
  4. Perairan Lepas Pantai (Offshore Waters) yaitu daerah dari batas terluar perairan pesisir sampai 200 mil ke arah laut bebas (high seas)
  5. Laut Bebas (High Seas) yaitu daerah di luar batas jurisdiksi nasional atau the common heritage of mankind.

Selain karakteristik yang berhubungan dengan lokasi, letak dan keadaan wilayah pesisir, hal lain yang menjadi karakteristik wilayah pesisir adalah masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pesisir yang sering disebut dengan masyarakat pesisir. Menurut Ferianto Djais dalam materi kuliah PsKW (2006) definisi masyarakat pesisir adalah orang atau sekelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir dan/atau memiliki mata pencaharian yang berasal dari sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan pesisir-lautan. Pada saat ini masyarakat pesisir dapat dianggap menjadi warga kelas dua karena ketidakmampuannya dalam bidang ekonomi, dengan pendapatan yang rendah, masyarakat pesisir sulit untuk berkembang, hal ini sangat bertolak belakang dengan kekayaan sumber daya yang terdapat dalam wilayah pesisir Indonesia. Seharusnya dengan kekayaan sumber daya yang ada, masyarakat pesisir dapat meningkatkan taraf hidupnya dan mendapatkan kemakmuran ekonomi, akan tetapi karena berbagai faktor, terutama dalam masalah sosial, maka masyarakat pesisir sulit untuk mencapai kemakmuran ekonomi sebagaimana layaknya masyarakat yang memiliki kekayaan sumber daya alam.

 

  • Pulau – Pulau Kecil dan Permasalahannya

Selain wilayah pesisir (coastal area) Indonesia sebagai negara kepulauan juga kaya akan pulau-pulau kecil yang jumlahnya mencapai ribuan pulau yang tersebar di seluruh perairan Indonesia. Definisi dari pulau-pulau kecil itu sendiri adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya baik secara individual maupun sinergis dapat meningatkan skala ekonomis dari pengelolaan sumber dayanya, dari definisi tersebut maka didapat batasan-batasan pulau kecil yaitu :

  1. Pulau : massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan tetap muncul pada saat pasang tinggi ( Unclos, 1982)
  2. Pulau kecil : pulau dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 Km2 (Unesco, 1991). Batasan ini pun sama dan dijadikan acuan dengan apa yang diungkapkan dalam RUU PWP dan Pedoman Umum Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.
  3. Gugusan pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau yang saling berinteraksi dari segi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya.

Indonesia dengan begitu banyaknya pulau-pulau kecil yang berjumlah ribuan dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu :

  1. Pulau-pulau kecil yang tak berpenghuni dan tidak ada kegiatan ekonomi
  2. Pulau-pulau kecil tak berpenghuni tetapi di pulau tersebut ada kegiatan ekonomi
  3. Pulau-pulau kecil berpenghuni dengan kegiatan ekonomi tradisional atau bersifat perekonomian lokal
  4. Pulau-pulau kecil berpenghuni dengan kegiatan ekonomi perdagangan eksport atau bersifat pendukung perekonomian regional.

Masalah yang sedang dihadapi oleh sebagian besar pulau pulau yang ada yaitu semakin tidak terarahnya pembangunan yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, sehingga menimbulkan suatu fenomena terjadinya penjualan pulau kecil oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Apabila di inventarisir, maka didapat beberapa permasalahan yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil di Indonesia diantaranya yaitu :

  1. Lokasi terpencil dan pada umumnya jauh dari pusat kegiatan
  2. Aksesbilitas yang sangat sulit
  3. Mahalnya pembangunan sarana dan prasarana
  4. Sulit dalam pengawasan dan pengamanannya
  5. Cenderung menjadi penyelendupan, pembuangan limbah, dan penambangan pasir, serta penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan melalui pengeboman dan pembiusan.
  6. Kerusakan lingkungan yang semakin meningkat dan kegiatan pembangunannya tertinggal.

Semua masalah tersebut sebetulnya dapat ditanggulangi apabila kegiatan pembangunan di pulau-pulau kecil dimulai secara serius oleh pemerintah pusat melalui kebijakan-kebijakan, dan pemerintah daerah tempat dimana pulau tersebut berada sebagai pelaksananya. Sehingga masalah – masalah seperti yang telah disebutan di atas dapat ditanggulangi tanpa menimbulkan masalah baru.

 

  • Potensi Pulau-Pulau Kecil

Pulau-pulau kecil memiliki potensi yang sangat besar, terdiri dari sumber daya hayati, sumber daya non hayati, dan jasa-jasa lingkungan. Dari sumber daya hayati, pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil ikan untuk konsumsi dan perdagangan yang dapat menghasilkan devisa bagi negara, hutan mangrove yang memiliki fungsi sebagai penahan gelombang laut serta tempat konservasi flora fauna yang khas dengan wilayah nusantara, serta terumbu karang yang sangat berguna bagi kelestarian fauna laut.

Sumber daya nir hayati sangat berguna terutama hasil nikel, bauksit yang dapat dijadikan komoditas perdagangan internasional sehingga dapat dijadikan pemasukan bagi negara akan tetapi potensi nir hayati karena bersifat tidak dapat diperbaharui kembali sehingga cara-cara eksplorasi yang dilakukan harus memperhatikan lingkungan kelestarian lingkungan. Sehingga selain sumber daya alam non hayati tadi dapat dieksplorasi, kondisi lingkungan tempat sumber daya itu berada tidak rusak.  Selain nikel dan bauksit ada sumber daya lainnya yang bersifat nir hayati dan merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil di Indonesia. Sumber daya tersebut adalah energi panas bumi (geothermal) dan pasang surut gelombang yang sangat berguna untuk pembangkit tenaga listrik. Apabila dilakukan pengelolaan dengan baik dari sumber daya energi panas bumi (geothermal) dan pasang surut gelombang dapat dijadikan pembangkit tenaga listrik yang sangat potensial sehingga kita tidak harus bergantung kepada pembangkit tenaga listrik yang selama ini masih menggunakan batubara dan minyak bumi sebagai tenaga pembangkitnya.

Diantara potensi pulau-pulau kecil tersebut, yang paling potensial dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah sumber daya yang berkaitan dengan jasa lingkungan seperti pariwisata dan industri maritim. Jasa-jasa lingkungan ini dikatakan sangat potensial karena dengan pembangunan di bidang pariwisata, maka pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia dapat mendatangkan wisatawan asing maupun domestik yang pada akhirnya dapat mendatangkan devisa yang sangat besar bagi negara, selain itu dengan adanya wisatawan maka masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil tersebut dapat merasakan manfaatnya secara langsung terutama dalam hal perekonomian melalui kegiatan ekonomi yang mereka lakukan. Selain itu dengan mengembangkan jasa-jasa lingkungan maka secar tidak langsung mengubah status Indonesia dari negara yang berkembang menjadi negara yang maju, karena salah satu ciri dari negara maju adalah kegiatan perekonomian yang berubah dari indsutri manufaktur menjadi industri jasa.

 

  • Integrated Coastal Management (ICM)

Begitu banyaknya masalah yang terjadi dalam pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil di Indonesia, dimana sebagian besar masalah tersebut disebabkan karena adanya kesalahan manajemen (mismanagement) yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah setempat maupun pemerintah pusat mengakibatkan diperlukannya suatu sistem manajemen yang terintegrasi, dalam arti bahwa pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada harus saling berkaitan diantara beberapa faktor, sehingga ketika melakukan pembangunan dan pengelolaan di wilayah pesisir tidak hanya berpatokan pada aspek ekonomi saja akan tetapi harus juga disertakan asepk-aspek lainnya sehingga pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan.

Salah satu contoh sistem pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah dengan menerapkan Integrated Coastal Management (ICM) atau Manajemen Wilayah Pesisir yang Terintegrasi. Definisi dari Integrated Coastal Management menurut Ferianto H. Djais dalam mata kuliah Pengembangan Wilayah Pesisir (2006) adalah proses pengelolaan yang mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan (manusia) yang terdapat di wilayah pesisir dan lingkungan alam (ekosistem) yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Definisi lain Integrated Coastal Management adalah suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara rasional tentang pemanfaatan wilayah pesisir beserta segenap sumber daya alam yang terkandung didalamnya secara berkelanjutan. Proses disini adalah pengelolaan wilayah pesisir tidak terkotak-kotak pada setiap sektor, akan tetapi seluruh kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir berjalan secara harmonis dan berkesnambungan antar sektor.

Dari definisi yang telah dijelaskan diatas, maka tujuan dari Inegrated Coastal Management adalah :

  1. Pembangunan (pemanfaatan) kawasan pesisir (coastal zone) beserta sumber daya alam dan jasa lingkungan (enviromental services) secara efisien dan berkelanjutan untuk kesejahteraan stakeholders secara adil.
  2. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dimana pembangunan ini untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini, tanpa mengurangi atau menghancurkan kemampuan generasi mendatan untuk memenuhi kebutuhannya.

Dengan adanya Integrated Coastal Management, maka nantinya pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir tidak akan menimbulkan masalah baru, seperti selama ini yang terjadi sebagai salah satu contoh adalah untuk mengatasi kemiskinana masyarakat pesisir, maka dilakukan suatu program pemberdayaan masyarakat pesisir dengan cara modernisasi peralatan dan pembangunan industri pengolahan ikan dengan cara modern di wilayah pesisir. Memang setelah program tersebut dilaksanakan, perekonomian masyarakat pesisir meningkat dengan tajam, akan tetapi konsekuensi yang ditimbulkan adalah rusaknya lingkungan alam wilayah pesisir karena pembangunan dan limbah industri, sehingga wilayah pesisir yang tadinya merupakan salah satu tempat wisata menjadi kotor dan tidak lagi menjadi menarik bagi wisatawan. Hal ini berarti bahwa masalah kemiskinan masyarakat pesisir dapat diselesaikan akan tetapi timbul kembali masalah baru yaitu masalah lingkungan. Melalui Integrated Coastal Management diharapkan masalah seperti diatas tidak akan terjadi lagi, dimana dalam penyelesaian suatu masalah harus dilihat dari berbagai macam aspek yang saling berkaitan.

 

  • Pembangunan Pulau-Pulau Kecil

Begitu banyaknya pulau-pulau kecil yang tesebar di lautan Indonesia merupakan salah satu penyebab banyaknya pulau-pulau kecil yang belum tersentuh pembangunan, walaupun potensi yang dimilikinya sangat besar. Pulau-pulau kecil dengan segala macam masalah dan karakteristiknya seperti yang telah penulis jelaskan di Bab I merupakan suatu assets yang sangat berharga bagi pembangunan bangsa secara keseluruhan. Fenomena penjualan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh individu kepada pihak-pihak pribadi terutama warga negara asing merupoakan salah satu indikator bahwa pulau-pulau tersebut sebetulnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar karena dalam teori ekonomi dimana ada penawaran pasti ada permintaan dan hal itulah yang terjadi di Indonesia pada saat ini. Jika hal tersebut dibiarkan, maka suatu saat setiap pulau akan dimiliki oleh individu, sehingga sumber daya yang ada dalam pulau tersebut tidak bisa memberikan kontribusi terutama dalam hal devisa bagi negara. Dan hal ini merupakan suatu ancaman terhadap integritas bangsa dan negara Indonesia, apabila pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membiarkan pulau-pulau kecil tersebut terbengkalai.

Pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam berbagai bidang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil tersebut. Beberapa sektor yang dapat dikembangkan dari pulau-pulau kecil tersebut diantaranya adalah :

  1. Konservasi
  2. Budi daya laut
  3. Pariwisata
  4. Usaha penangkapan ikan dan industri secara lestari
  5. Pertanian organik dan peternakan
  6. Pendidikan dan penelitian
  7. Industri manufaktur dan pengolahan ramah lingkungan

Dari semua sektor yang dapat dikembangkan tersebut, dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil di Indonesia maka setidaknya ada lima sektor yang dapat dikembangkan dalam pembangunan pulau-pulau kecil yaitu pariwisata, budi daya laut, konservasi, usaha penangkapan ikan dan industri secara lestari serta pendidikan dan penelitian.

Dalam sektor konservasi, pulau-pulau kecil dapat dijadikan sebagai tempat konservasi alam yang dapat melestarikan flora dan fauna yang khas, sehingga dapat mencegah kepunahan. Wilayah pesisir pantai dari pulau-pulau kecil tersebut bisa dikembangkan pembangunan di sektor budi daya laut dan pariwisata serta pendidikan dan penelitian, karena dengan sumber daya alam hayati dan non hayati yang sangat kaya seperti terumbu karang, hutan mangrove, dan lain-lain sektor pariwisata, budi daya laut dan pendidikan serta penelitian dapat dikembangkan secara sinergi dan terintegrasi.

Keberhasilan dari pembangunan pulau-pulau kecil tersebut tentunya secara langsung dapat memberikan kontribusi baik bagi masyarakat lokal penghuni pulau-pulau tersebut berupa peningkatan perekonomian yang berasal dari sektor pariwisata dan budi daya laut, maupun bagi pemerintah dalam bentuk devisa negara tanpa perlu merusak tatanan lingkungan yang telah terbentuk di pulau-pulau kecil tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBERDAYAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MELALUI PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA

 

  • Pembangunan Sektor Pariwisata di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pembangunan sektor pariwisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya merupakan suatu proses pembangunan yang sangat potensial dan memiliki banyak keuntungan dari dari segi ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta lingkungan hidup. Dengan pembangunan sektor pariwisata, maka potensi jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin tanpa perlu merusak kondisi lingkungan dan ekosistem alam yang sudah terbentuk. Dengan pembangunan sektor pariwisata justru lingkungan dan ekosistem alam yang ada harus tetap terjaga karena ekosistem itulah yang menjadi nilai jual tinggi.

Pembangunan sektor pariwisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tentunya memiliki tujuan untuk mendatangkan wisawatan asing maupun domestik untuk datang dan menikmati seluruh fasilitas wisata bahari yang disediakan oleh pengelola. Hal ini tentu saja dapat mendatangkan devisa bagi negara dan juga yang terpenting adalah masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersbut dapat menikmati pembangunan pariwisata yang dilakukan, karena dengan adanya wisawatan maka berarti ada pula kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat setempat dengan para wisatawan sehingga pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dapat meningkat.

Langkah awal dalam melakukan pembangunan sektor pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia tentu saja sebaiknya dimulai dari tahap menetapkan strategi yang tepat diantaranya :

  1. Pengembangan pariwisata diarahkan agar dapat menghasilkan kegiatan ikutan bagi masyarakat.
  2. Pengembangan wisata wilayah pesisir dan pulau-pulau tersebut dilakukan karena keunikannya, dengan menetapkan objek wisata unggulan. Nilai kawasan pulau-pulau kecil dalam pandangan wisatawan adalah keunikan fauna, flora dan perairannya (lokasi berenang, selam atau selancar) serta keunikan budaya lokal atau suasana pedesaan yang tradisional. Sifat dan keunikan ini adalah kelangkaan dan rendahnya tingkat persaingan.
  3. Penataan objek wisata serta menjaga keaslian dan kelestariannya.
  4. Menetapkan “accomodation base area” di lokasi objek wisata unggulan.
  5. Mengembangkan kerja sama regional dengan negara-negara tetangga dalam suatu regional sebagai wilayah promosi dan pemasaran.

Setelah menetapkan strategi yang tepat seperti yang telah disebutkan di atas, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan rencana aksi terutama  yang berkaitan dengan pengembangan wisata bahari yaitu mendorong investasi di bidang wisata bahari yang memungkinkan adanya keterkaitan antara kegiatan wisata dengan kegiatan ekonomi masyarakat, misalnya perdagangan dan jasa usaha sewa seperti penyewaan peralatan selam atau memancing dan wisata dengan budaya lokal sehingga kegiatan ini memungkinkan wisatawan untuk tinggal selama beberapa hari dengan penduduk lokal dengan suasana tradisional. Dalam rencana aksi ini menitikberatkan dalam hal investasi karena untuk memulai pembangunan sektor pariwisata perlu adanya pembangunan sarana dan prasarana yang nantinya dapat dinikmati oleh para wisatawan. Sarana prasarana tersebut diantaranya adalah berupa penyediaan tempat akomodasi bagi para wisatawan termasuk pula pembangunan akses ke wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut.

Di Indonesia sebenarnya ada beberapa tempat yang telah memulai pembangunan di bidang pariwisata dan mulai menunjukkan keberhasilan diantaranya adalah Pulau Bintan di Kepulauan Riau, Pulau Lombok, pulau-pulau di wilayah Kepulauan Seribu Jakarta dan  wilayah pesisir Tanjung Lesung di ujung barat Banten. Apabila kita melihat pembangunan pariwisata di Pulau Bintan, Pulau Lombok dan Kepulauan Seribu, pembangunan yang dilakukan sangat baik dimana pulau-pulau tersebut dibangun sarana prasarana yang dapat memanjakan para wisatawan dengan fasilitas-fasilitas wisata bahari tanpa merusak ekosistem yang ada di pulau tersebut. Tidak hanya menjaga ekosistem yang telah ada, pulau-pulau wisata tersebut juga dijadikan tempat konservasi penangkaran fauna laut yaitu penyu yang juga menjadi salah satu objek wisata bagi para wisatawan, dimana para wisatawan dapat melihat bagaimana penangkaran penyu dan melakukan prosesi pelepasan anak penyu (tukik) ke lautan bebas setelah ditangkarkan.

Pembangunan pariwisata di daerah pesisir, dapat kita jadikan sebagai contoh adalah daerah wisata Tanjung Lesung Resort yang terletak di ujung bagian barat Banten. Sebelum dibangun menjadi sebuah resort daerah tersebut merupakan daerah terpencil dimana masyarakatnya masih tertingga dalam segala hal terutama ekonomi. Akan tetapi setelah ada investor yang mengembangkan lokasi tersebut menjadi sebuah tempat wisata maka saat ini wilayah Tanjung Lesung mulai ramai akan wisatawan asing maupun domestik dan masyarakat setempat pun mulai merasakan geliat ekonomi karena adanya Tanjung Lesung Resort tersebut. Apabila kita lihat pembangunan tempat wisata di Tanjung Lesung sama sekali tidak merusak ekosistem pesisir yang telah ada. Pengembang (developer) hanya membangun resort yang letaknya agak jauh dari pesisir pantai yang menjadi objek utama wisata. Pembangunan resort sebagai tempat akomodasi para wisatawan pun dibangun tanpa membuka lahan dan merusak ekosistem hutan hijau.

Keberhasilan pembangunan sektor pariwisata di pulau bintan, lombok, dan kepulauan seribu serta wilayah pesisir di Tanjung Lesung dapat dibuktikan dengan banyaknya wisatawan yang datang dan menjadikan daerah-daerah tersebut menjadi tempat wisata yang bernilai tinggi, dan yang perlu dicatat adalah pembangunan tempat wisata tersebut tidak merusak ekosistem yang ada, justru para pengembang menjaga kelestariannya karena hal tersebut menjadi modal bagi pengembang untuk menarik minat para wisatawan.’

Gambar Objek Wisata Tanjung Lesung :

 

 

 

 

 

 

Gambar Objek Wisata Pulau Lombok

 

  • Kendala dan Solusi Pembangunan Sektor Pariwisata

Hingga saat ini pembangunan sektor pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil masih terpusat pada daerah-daerah yang sudah mulai dibuka, sedangkan pulau-pulau kecil yang jumlahnya masih sangat banyak dan daerah pesisir yang masih luas banyak yang belum dan sama sekali tidak terjamah pembangunan. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kendala dalam hal pembangunan pariwisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut. Kendala itu diantaranya adalah :

  1. Modal

Permasalahan modal selalu menjadi masalah yang klasik dalam pembangunan, tidak hanya dalam sektor pariwisata akan tetapi dalam sektor apapun. Modal dalam hal ini adalah uang menjadi sangat vital dalam memulai pembangunan terutama untuk sektor pariwisata karena dibutuhkan pembangunan sarana dan prasarana yang lengkap sebelum suatu lokasi dibangun sebuah objek wisata. Begitu pula yang terjadi dalam pembangunan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengembangkan daerah pariwisata. Sebetulnya ada solusi yang sangat mudah yang dapat dilakukan pemerintah pusat maupun daerah untuk mengembangkan mengatasi kendala modal ini, salah satunya adalah dengan mengundang para investor baik dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya (investasi) dalam sektor pariwisata. Dengan investasi ini maka pemerintah hanya perlu menyiapkan kebijakan-kebijakan yang adil bagi para investor dengan catatan bahwa kebijakan tersebut adil pula bagi pemerintah dan masyarakat lokal yang daerahnya akan dijadikan objek wisata bahari.

Banyak keuntungan dari investasi pembangunan sektor pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau terpencil di Indonesia, terutama bagi pemerintah dan masyarakat lokal. Keuntungan bagi pemerintah salah satunya adalah berupa penerimaan pajak yang akan diterima pemerintah dari investasi yang dilakukan, selain itu dengan adanya investasi pemerintah dapat mencegah terjadinya penjualan pulau kepada pihak-pihak perseoranganyang ilegal, sehingga pemerintah dapat melindungi pulau-pulau kecil yang ada, selain pajak dari investasi tersebut pemerintah daerah pun mendapat keuntungan dalam hal profit sharing dengan para investor yang nantinya akan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah. Bagi Masyarakat, adanya investor yang bersedia membangun daerah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut menjadi tempat wisata akan mendatangkan keuntungan pula dari mulai terjadinya kegiatan ekonomi karena kedatangan para wisatawan asing maupun domestik.

  1. Studi Kelayakan Bisnis

Studi kelayakan bisnis adalah suatu studi yang dilakukan untuk mengetahui apakah binis yang akan dilakukan tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Salah satu indikatornya adalah berapa besar tingkat keuntungan dan berapa lama tingkat investasi tersebut dapat kembali, yang menjadi kendala adalah kurang tajamnya studi kelayakan bisnis yang dilakukan pemerintah maupun investor dalam dan luar negeri ketika akan membangun sebuah bisnis pariwisata, sehingga pada saat investasi telah dilakukan terjadi kesalahan persepsi dan kesalahan perencanaan strategis yang berakibat kepada gagalnya bisnis yang dilakukan. Sebagai contoh sebuah pulau yang memiliki potensi bukan di bidang pariwisata, akan tetapi pada saat dilakukan studi kelayakan bisnis hasilnya disebutkan bahwa pulau tersebut layak untuk dibangun suatu industri pariwisata, sehingga ketika investor mulai membangun daerah tersebut, kenyataannya tidak banyak wisatawan yang datang ke tempat tersebut karena memang pulau tersebut dilihat dari karakteristiknya sebetulnya tidak layak untuk dijadikan daerah pariwisata. Hal seperti inilah yang menjadi salah satu kendala dalam pembangunan pariwisata daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

  1. Hambatan Investasi

Hambatan investasi menjadi satu hal yang dapat menghambat pembangunan pariwisata daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Hambatan invesatsi ini biasanya di rasakan oleh para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Hambatan invesatsi in dapat berupa tinggi tingkat pajak daerah dan permintaan profit sharing yang dikehendaki pemerintah sehingga investor terutama investor asing berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di bidang pariwisata wilayah pesisir dan pulau-pulau di Indonesia. Kendali hambatan investasi ini sebetulnya tersedia solusi yang dapat diaplikasikan yaitu dengan cara pemberlakuan insentif-insentif khusus bagi para investor yang menginvestasikan dananya pada pembangunan pariwisata sehingga dengan insentif tersebut investor terutama investor asing menjadi bersemangat untuk menanamkan modalnya pada bidang pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia.

  1. Resistensi Masyarakat Lokal

Faktor lain yang dapat menjadi kendala pembangunan pariwisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah terkadang adanya resistensi dari masyarakat lokal yang sangat khawatir pembangunan di daerahnya akan merusak tatanan sosial dan budaya yang telah ada dan menjadi tradisi bagi mereka. Resistensi ini tentunya dapat ditanggulangi dengan melakukan pembangunan pariwisata yang terintegrasi dengan pembangunan sektor lainnya tanpa merusak tatanan sosial dan budaya yang sudah berlaku secara turun menurun di daerah tersebut. Artinya adalah baik pihak investor maupun pemerintah harus menghormati aspek sosial budaya yang ada, dan justru hal tersebut harus dilestarikan dan dikembangkan sehingga menjadi salah satu nilai jual bagi daerah wisata tersebut. Seperti mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh investor di Tanjung Lesung dengan memerlihara budaya masyarakat setempat dan menjadikan hal tersebut menjadi objek wisata bagi para wisatawan, sehingga simbiosis mutualisma antara investor dengan masyarakat lokal.

  1. Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah

Kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang sering bertolak belakang menjadi salah satu kendala yang cukup serius dalam pembangunan pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Tidak sinkronnya antara peraturan pemerintah pusat dan peraturan pemerintah daerah mulai dari pelaksanaan investasi, strategi pembangunan dan yang lainnya menyebabkan kebingungan dari para investor, lebih sejak diberlakukannya otonomi daerah, tidak investor yang bergerak dalam sektor pariwisata, akan tetapi investor yang bergerak dalam bidang lainnya pun merasa kebingungan terhadap peraturan-peraturan yang buat dan diterapkan terutama oleh pemerintah daerah. Hal ini tentunya sangat menghambat pembangunan daerah pesisir dan pulau-pulau Indonesia. Sebenarnya ada solusi untuk masalah ini adalah ketika pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan menetapkan kebijakan atau peraturan sebaiknya duduk satu meja pada saat mengambil kebijakan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau diuntungkan oleh kebijakan-kebijakan tersebut.

Kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi sangat penting karena akan menjadi acuan dalam pengembangan sektor pariwisata. Kebijakan pemerintah ini akan menyangkut kelestarian lingkungan, hak-hak masyarakat lokal, dan pembagian keuntungan dengan para investor. Apabila kebijakan yang diterapkan lemah, maka yang terkena imbasnya adalah terjadinya kerusakan lingkungan pada daerah-daerah pesisir dan pulau-pulau yang dikembangkan sektor pariwisatanya. Selain itu pembangunan pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil akan menjadi amsalah ketika pemerintah tidak menetapkan kebijakan yang jelas mengenai hak-hak masyarakat lokal dan kebijakan untuk menjaga aspek sosial budaya yang sudah terbentuk, sehingga dapat meminimalkan resistensi masyarakat lokal terhadap pembangunan pariwisata.

 

  • Multiplier Efek Pembangunan Sektor Pariwisata

Keberhasilan pembangunan pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia akan sangat besar manfaatnya bagi masyarakat. Seperti yang telah kita ketahui bahwa taraf hidup masyarakat pesisir dan pulau – pulau kecil di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Mereka hidup dalam kemiskinan dan kebodohan karena tidak tersentuh oleh pembangunan yang masih memiliki paradigma pembangunan fisik di kota-kota besar, sehingga melupakan pembangunan di daerah-daerah tertinggal. Pembangunan pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil tentunya akan menimbulkan multiplier efek atau efek domino bagi perekonomian masyarakat lokal.

Datangnya wisatawan asing maupun domestik dapat menjadi katalisator pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Para penduduk lokal yang diberdayakan untuk menyediakan segala macam kebutuhan wisatawan tentunya akan mendapatkan pemasukan dari transaksi jual beli contohnya penginapan, penangkapan ikan, dan cindera mata. Hal tersebut tentu saja dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal, karena adanya pemasukan dari wisatawan. Dengan meningkatnya perekonomian masyarakat sekitar maka diharapkan kemiskinan akan terhapus dan  masyarakat sekitar dapat menyekolahkan para generasi mudanya sehingga memiliki pendidikan yang tinggi yang hasilnya bukan hanya kemiskinan yang dapat diberantas akan tetapi juga kebodohan yang terjadi sebelum daerah tersebut dikembangkan menjadi objek wisata akan dapat dihilangkan pula.

Begitu besarnya manfaat ekonomi dari pembangunan pariwisata di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia harus tetap mengacu pada pembangunan yan terintegrasi dan berkelanjutan. Hal ini berarti ketika akan melaksanakan pembangunan sektor pariwisata, bukan saja sektor pariwisata yang menjadi titik berat, akan tetapi pembangunan sektor pariwisata tersebut harus juga memperhatikan pembangunan sektor yang lain yaitu dari sektor ekonomi dan sosial budaya, serta tidak melupakan kelesatrian lingkungan hidup dan ekosistem yang telah ada. Apabila hal ini dilaksanakan maka multiplier efek dari pembangunan pariwisata tersebut dapat bersifat positif dan menguntungkan seluruh stakeholders, dalam hal rakyat dan bangsa Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

  • Kesimpulan

Dari penjelasan mengenai pembangunan pariwisata wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah :

  1. Potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat besar dan dapat dijadikan modal pembangunan pariwisata.
  2. Karakteristik kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia sebagian besar memiliki karakteristik yang sangat sesuai untuk dikembangkan insdurti jasa lingkungan seperti wisata bahari
  3. Terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat proses pembangunan wisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia, akan tetapi kendala tersebut masing-masing terdapat solusi yang dapat diterapkan oleh seluruh stakeholdernya.
  4. Proses pembangunan pariwisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia dapat menimbulkan multiplier efek yang positif bagi masyarakat maupun negara dalam hal perekonomian.

 

  • Saran

Begitu pentingnya pembangunan pariwisata di kawasan pesisir dan pulau pulau kecil di Indonesia dengan berbagai kendala yang ada, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

  1. Pembangunan pariwisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia harus terintegrasi dan berkelanjutan mengacu pada konsep Integrated Coastal Management (ICM) sehingga diharapkan tidak terjadi mismanagement dalam pengelolaanya.
  2. Hal yang terpenting dalam pembangunan sektor pariwisata adalah kewajiban muntuk menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem yang sebelumnya telah terbentuk. Pembangunan sektor pariwisata tidak serta merta merusak ekosistem sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting bukan saja bagi pariwisata, akan tetapi penting juga bagi sektor lain, sektor konservasi, dan penelitian contohnya.
  3. Perlunya kebijakan yang tegas, sinkron, dan saling menguntungkan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia yang dapat dijadikan acuan bagi para investor untuk mulai membangun daerah tersebut.

 


Leave a Reply